9 Maret 1946. Baru sekitar enam bulan berlalu sejak Perang Dunia II berakhir dan Bolton menjamu Stoke City ...
9 Maret 1946. Baru sekitar enam bulan berlalu sejak Perang Dunia II berakhir dan Bolton menjamu Stoke City di Bunden Park. Liga belum dimulai karena masih ada pengaruh perang, tapi Piala FA yang tetap bergulir mampu menyedot perhatian fan sepakbola yang sudah haus akan hiburan.
Laga tersebut merupakan laga babak keenam Piala FA antara The Trotters dan The Potters. Bolton jadi juara Liga tahun sebelumnya, namun belum pernah memenangkan Piala FA sejak 1929. Merekapun mengincar kemenangan atas Stoke, mengingat Bolton tak pernah lolos dari babak keenam. Satu kaki mereka sudah mencapai tujuan itu karena kemenangan 2-0 sudah mereka bukukan di kandang Stoke, Victoria Ground, sepekan sebelumnya.
Jumlah kehadiran di Burnden saat itu sedikit aneh. Rekor penonton musim tersebut hanya 43.500 orang, tapi masih ada di bawah rekor 69.912 yang tercatat pada 1933. Namun di Maret yang ditakdirkan tersebut, para penonton dimabukkan oleh hasrat menonton sepakbola yang besar. Stoke City yang memuat Sir Stanley Matthews di dalam skuatnya sekaligus memperbesar daya tarik laga tersebut.
Burnden Park, yang hanya menyediakan 3.000 kursi, tak bisa digunakan selama perang karena pemerintah melarangnya. Fan Bolton harus berjalan ke Manchester Road dan datang ke Burnden Paddock. tikungan di rel kereta api telah ditutup sejak lima tahun sebelumnya sehingga kerumunan di pintu utama semakin bertambah.
Jam 1 siang, sudah ribuan orang tiba di stadion. Satu setengah jam setelahnya, keadaan mulai berbahaya karena orang yang datang mulai melebihi kapasitas. Sepuluh menit setelahnya, jalan masuk ditutup. Adapun, para fan tak menyerah dan mencoba menembus ribuan orang yang sudah siap menyaksikan pertandingan. Mereka merobohkan pagar tua yang membatasi stadion dengan rel kereta dan ribuan orang lagi masuk melaluinya.
Kedua klub memasuki lapangan dan kerumuman semakin membengkak. Mau tidak mau, beberapa fan ars masuk ke lapangan, tapi laga tetap dimulai seperti biasa.
Tak lama setelahnya, orang-orang mulai saling dorong dan pembatas metal tak mampu lagi menahan mereka. Para penonton meledak dan beberapa di antaranya sempat berkata, "Semuanya terjatuh seperti satu pak kartu" Orang-orang saling dorong, beberapa tampak tak berdaya. Pukul 3 sore, polisi datang dan memberi peringatan pada wasit, kedua tim pun terpaksa meninggalkan lapangan.
Setengah jam setelahnya, menyusul instruksi dari polisi, laga dilanjutkan dan berakhir imbang tanpa gol. Pemandangan saat itu sungguh menyedihkan, karena para pemain harus bermain sementara banyak jenazah dibaringkan di lapangan. Ketika semua selesai, lebih dari 400 orang cedera dan 33 orang meninggal. Matthew yang saat itu bermain bagi Stoke bahkan menyatakan muak dengan keputusan ofisial untuk melanjutkan laga dalam keadaan seperti itu.
Sebelum tragedi Ibrox Stadium pada 1971, bencanan ini adalah yang terbesar di dunia sepakbola. Ada bencana lain seperti Heysel dan Hillsborough,tapi Burnden Park tetap tak boleh dilupakan. Ingatlah 9 Maret, tepat 69 tahun yang lalu.
(Sumber : Goal.com)